Modul 2.3.a.9_Koneksi Antar Materi_Coaching_Indra Hadi Karmaulu, S.Pd._CGP Angkatan 3 Kab. Poso, Unit Kerja : SMP Negeri 2 Lage

 


1. Kesimpulan Materi Pembelajaran Coaching

a. Pengertian Coaching, Coaching dalam konteks Pendidikan, dan Peran Guru sebagai Coach di sekolah

Coaching merupakan proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999).

Dalam konteks pendidikan, coaching menjadi salah satu proses yang sangat penting dilakukan di sekolah. Melalui proses coaching dapat menuntun kemerdekaan belajar murid untuk mengeksplorasi dirinya guna mencapai tujuan pembelajaran dan memaksimalkan potensinya.

Peran guru sebagai Coach di sekolah, yaitu Guru sebagai pendidik perlu memiliki keterampilan coaching sehingga dapat mengarahkan anak didiknya untuk menemukan jati diri dan melejitkan potensi dirinya. Dalam proses coaching, murid diberi kebebasan namun pendidik sebagai pamong memberikan tuntunan dan arahan agar murid lebih terarah. Melalui proses coaching ini guru dapat membantu murid mencapai tujuannya yaitu kemerdekaan dalam belajar.

b. Aspek Berkomunikasi untuk mendukung praktik Coaching

  1. Komunikasi asertif
  2. Pendengar aktif
  3. Bertanya reflektif
  4. Umpan balik positif

c. Perbedaan Coaching, Mentoring dan Konseling

d. Keterampilan Dasar Coaching
     Keterampilan dasar Coaching terbagi menjadi 4 (empat) bagian yaitu 
  1. Keterampilan membangun dasar proses coaching
  2. Keterampilan membangun hubungan baik
  3. Keterampilan berkomunikasi
  4. Keterampilan memfasilitasi pembelajaran.

e. Coaching model TIRTA

TIRTA dikembangkan dari satu model coaching yang dikenal sangat luas dan telah diaplikasikan yaitu GROW model. GROW adalah kepanjangan dari Goal, Reality, Options, dan Will.

Tahapan GROW :

  1. Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini.
  2. Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee.
  3. Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi.
  4. Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.
Model TIRTA

Model TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching. Hal ini menjadi sangat penting mengingat tujuan coaching yaitu untuk mengembangkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. Melalui model TIRTA, guru diharapkan dapat melakukan praktik coaching di komunitas sekolah dengan mudah.
TIRTA kepanjangan dari T: Tujuan, I: Identifikasi, R: Rencana Aksi, TA: Tanggung Jawab. Dari segi bahasa Tirta berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid (coachee) kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Guru sebagai coach memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap mengalir, tanpa sumbatan. Tugas coach (guru) adalah menyingkirkan sumbatan-sumbatan yang mungkin menghambat potensi coachee (murid). Bagaimana cara coach menjaga agar dapat menyingkirkan sumbatan yang ada? Jawabannya adalah keterampilan praktik coaching


2. Refleksi Materi Modul 2
      Pembelajaran Berdiferensiasi adalah pembelajaran yang memperhatikan perbedaan-perbedaan individual anak. Walaupun model pengajaran ini berorientasi pada perbedaan individual anak, namun tidak berarti pengajaran harus berdasarkan prinsip satu orang guru dengan satu orang murid. Dalam kaitan dengan pembelajaran berdiferensiasi, maka para murid memiliki kebebasan yang luas untuk memilih bahan pembelajaran yang disenangi sehingga guru harus efektif dalam membuat desain pembelajaran.
      Jika dikaitkan pembelajaran berdiferensiasi dengan pembelajaran coaching, tentunya sangat berkolerasi, dimana komponen utama dalam coaching berdasarkan kompetensi adalah proses coaching itu sendiri, dimana para guru/coach dalam hal ini memberikan pembelajaran diferensiasi berupa diferensiasi konten, diferensiasi proses dan diferensiasi produk yang telah disesuaikan dengan pemetaan kebutuhan murid, baik kondisi belajar murid ataupun menurut gaya belajar murid (visual, auditory dan kinestetik). Guru yang dalam hal ini sebagai coach dapat melakukan coaching untuk menuntun murid yang memiliki permasalahan ataupun yang tidak mengalami permasalahan untuk menemukan ide-ide ataupun potensi-potensi yang belum tergali oleh dirinya sendiri. Sumbatan-sumbatan yang dialami murid yang dalam hal pembelajaran coaching menjadi coachee menggali ide-ide, potensi-potensi yang diarahkan oleh coach mampu menemukan solusi dari dirinya sendiri. Ini artinya pembelajaran berdiferensiasi dapat dikorelasikan dengan praktik coaching.
      "Coaching adalah sebuah percakapan, dialog saat seorang coach dan seseorang berinteraksi dalam sebuah komunikasi yang dinamis untuk mencapai tujuan, meningkatkan kinerja dan 'menuntun' seseorang mencapai keberhasilannya" (Zeus and Skiffington) 

Bagaimana hubungan praktik coaching ini dengan pembelajaran Kompetensi Sosial Emosional (KSE)

        Pembelajaran sosial emosional atau biasa disebut dengan SEL (Social and Emotional Learning) adalah suatu proses, cara atau keterampilan yang mana dipergunakan untuk memanajemen (memahami atau mengolah) emosi dan berperilaku etis serta bertanggung jawab dan dapat terhindar dari perilaku negatif (Elias Et al, 1997).

       Berdasarkan definisi KSE tersebut, jika dikaitkan dengan pembelajaran coaching dan pembelajaran berdiferensiasi memiliki hubungan yang erat dan berkesinambungan. Penelitian menunjukkan bahwa strategi berbasis sekolah yang dirancang untuk mempromosikan SEL murid menghasilkan hasil yang paling sukses ketika Pembelajaran Sosial Emosional dimasukkan di dalam kurikulum sehari-hari dan dihubungkan dengan kegiatan sekolah lainnya (Greenberg. et. al, 2003). Disaat guru melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi yang disertai dengan adanya bimbingan melalui pembelajaran coaching, murid dan guru dapat melakukan pembelajaran KSE ini, baik sebelum pembelajaran, di sela-sela pembelajaran berlangsung, setelah selesai melakukan pembelajaran ataupun disaat coach dalam hal ini peran guru mengatasi permasalahan yang dihadapi coachee (murid) untuk membuat pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan dan menggali ide-ide serta potensi yang dimiliki coachee, sehingga mampu mengatasi masalahnya sendiri dari dirinya sendiri, coach hanya melancarkan sumbatan-sumbatan yang dialami coachee.

      Antara Pembelajaran Berdiferensiasi, Pembelajaran Kompetensi Sosial Emosional dengan Praktik Coaching sangat berkolerasi tinggi untuk mencapai tujuan akhir yang diharapkan yaitu MERDEKA BELAJAR.


"Sekali Anda Mengerjakan Sesuatu, Jangan Takut Gagal dan Jangan Tinggalkan itu. Orang-Orang Yang Bekerja Dengan Ketulusan Hati adalah Mereka Yang Paling Bahagia"


SALAM SEHAT

SALAM GURU PENGGERAK



Komentar

Postingan Populer

Catatan Hasil Lokakarya 2 CGP Angkatan 10 Kabupaten Poso Oleh Pengajar Praktik: Indra Hadi Karmaulu, S.Pd.

Catatan Hasil Lokakarya Orientasi CGP Angkatan 10, Kabupaten Poso Prov. Sulawesi Tengah